Pasraman Seruling Dewata didirikan pada tanggal 26 Nopember 2007 Beralamat di Br. Bunutpuhun-Desa Bantas-Kecamatan Selemadeg Timur - Kabupaten Tabanan-propinsi Bali. Merupakan wujud dari sebuah perjuangan panjang dari Ki Nantra Dewata Sesepuh Generasi IX Perguruan Seruling Dewata beserta para perintis lainnya yang bertekad melestarikan nilai-nilai luhur Bali Kuno peninggalan Pertapaan Candra Parwata di Gunung Watukaru (sakawarsa 463). Usaha ini dirintis mulai tahun 1985 dan tahun 1994 baru mendapat legalitas secara nasional di Indonesia. Pada tahun 2003 tanggal 26 November mendirikan Wisma Sesepuh di Br. Denbantas - Tabanan-Propinsi Bali sebagai pusat pelatihan ilmu-ilmu luhur Bali Kuno. Dan setelah berhasil membangun Pasraman Seruling Dewata tgl 26 Nopember 2007 maka pemusatan latihan di Pasraman Seruling Dewata sedangkan Wisma Sesepuh dijadikan sebagai tempat Sesepuh Ki Nantra Dewata Bermeditasi dan mengajarkan ilmu-ilmu penting dan rahasia pada siswa perintis.
Adapun beberapa ilmu Bali Kuno Peninggalan Pertapaan Candra parwata yang dilestarikan Dalam Perguruan Seruling Dewata antara lain :
1. Kanda Pat ilmu meditasi olah bathin dan jiwa tradisional Bali Kuno,
2. Walian Sakti mempelajari Ilmu Pengobatan Bali Kuno,
3. Ilmu Silat Bali Kuno mempelajari 72 ilmu silat Bali Kuno.
4. Yoga Tradisi Watukaru mempelajari himpunan yoga dari 13 garis perguruan Yoga dunia.
5. Tapak Suci Yoga Cara Bhumi Castra .
6. Agni Horta mempelajari Yajna tertua dalam agama Hindu pemujaan melalui pembakaran Api Suci .
7. Pengelukatan mempelajari 36 macam pengelukatan.
Paiketan Paguron Suling Dewata
Menurut Parampara Paiketan Paguron Suling Dewata, yang menuturkan jaman Bumi Lawas, yaitu jaman sebelum perhitungan Caka dikenal di Bali, dimana pulau Bali atau Bali Dwipa pada waktu itu masih merupakan hutan belantara yang teramat lebat bahkan sampai matahari tidak mampu menerobosnya walaupun disiang hari , sehingga hutan selalu dalam kegelapan. penduduk Bali sangat jarang dan mereka hidup di tengah tengah hutan belantara sebagai pertapa sepanjang hidupnya , untuk mencari suara dalam sepi dan mencari terang dalam kegelapan. mereka makan dari daun daunan, tidak memakan buah buahan yang manis, dan tidak juga makan mahluk hidup yang berjiwa. mereka semua tahu jenis pohon yang daunnya dapat dimakan , yang beracun, maupun yang memiliki khasiat obat obatan. tujuan hidupnya hanya satu yaitu melanjutkan tradisi leluhurnya ( Pustaka Parampara Seruling Dewata, sloka 4-6 ).
Pada masa Bumi Lawas ini di Bali Dwipa hanya ada sebuah Perguruan yang maha besar yang meliputi seluruh Bali Dwipa. keberadaan perguruan ini bebas, tanpa ikatan, tidak saling mengenal namun merasa diri satu. Perguruan tunggal ini diberi nama Paguron Sunia Nala Twara. dan sejalan dengan perkembangan waktu, timbul keinginan mereka untuk melestarikan dan mewariskan ilmu atau kepandaian yang dimilikinya . untuk itu mereka mulai menghimpun kepandaian masing masing dalam himpunan ilmu Kesakten. kelompok kelompok pertapa dengan ilmu yang aneh aneh dan teramat dahsyat mulai bermunculan . kelompok yang kecil membentuk kelompok yang lebih besar dan sampai akhirnya terbentuklah dua kelompok besar di Bali Dwipa , yaitu Paguron Surya dan Paguron Ardha Candra, Paguron Surya memiliki 11 cabang dan Paguron Ardha Candra memiliki 12 cabang dan salah satu cabang dari Paguron Ardha Candra adalah Paguron Suling Dewata yang meiliki 72 jenis ilmu silat ( Pustaka Parampara Seruling Dewata, sloka 14-18 )
Masyarakat Bali patut berbangga hati bahwasanya para leluhur Bali terdahulu telah mewariskan tradisi adi luhung, yang hingga kini tetap dilakukan secara turun temurun melalui parampara Paiketan Paguron Suling Dewata. Tradisi luhur ini pernah menjadikan Pulau Bali yang kita cintai sebagai Pancer Spiritual Dunia. Tidak itu saja, kehebatan Ilmu Silat Bali Kuno yang berasal dari pertapaan Chandra Parwata juga pernah menggegerkan dunia persilatan. Bukan di Nusantara saja, bahkan hingga ke manca negara seperti Langkapura, Jambu Dwipa, Tionggoan , Tibet , Butan, Kuroyewu, Jepun dan negeri-negeri lainnya pernah merasakan kehebatan Ilmu Silat Bali Kuno ini, bahkan ada suatu kesepakatan tidak tertulis diantara para pesilat terdahulu bahwa jangan pernah merasa hebat sebelum mencoba kehebatan pesilat-pesilat Gunung Watukaru. Namun seiring perkembangan jaman, keagungan tradisi Bali Kuno seolah tinggal kenangan. Bahkan masyarakat Bali sendiri menganggap semua itu sebagai cerita yang belum tentu kebenarannya. Sungguh sangat memprihatinkan. Tradisi yang begitu mulia sebagai cermin keagungan pulau Bali ternyata hampir punah dimakan jaman, namun keberuntungan para sesepuh Paiketan Paguron Suling Dewata tetap menjaga dan melestarikan tradisi luhur tersebut secara turun temurun melalui garis perguruan yang murni, sehingga tradisi luhur Bali Kuno tidak sampai hilang ditelan bumi.
Pada tahun 1985, Paiketan Paguron Suling Dewata bergabung dalam IPSI dan berubah nama menjadi Perguruan Seruling Dewata . Walaupun dengan tertatih, namun perguruan ini tetap melanjutkan misinya memperkenalkan kembali tradisi luhur peninggalan para leluhur terdahulu kepada masyarakat. Saat ini Ki Nantra ( Drs I Ketut Nantra ) yang merupakan sesepuh Generasi IX Paiketan Paguron Suling Dewata, merupakan pewaris dari tradisi luhur Bali Kuno tersebut, diipundak beliau tergantung tugas dan tanggung jawab yang sangat berat agar tradisi luhur tersebut tidak sampai punah.
kini sebuah Pesraman kecil nan sederhana yang berlokasi di Desa Bantas Bunut Puhun yang asri dan sepi , terletak di Kecamatan Selemadeg timur, Kabupaten Tabanan propinsi Bali , telah di bangun atas sumbangan para siswa perguruan yang semakin hari semakin banyak berdatangan dari segala penjuru Bali Dwipa maupun dari luar Bali untuk belajar serta ikut melestarikan warisan adi luhung yang telah diwariskan oleh leluhur Bali Dwipa dari Paiketan Paguron Suling Dewata.